“Orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah kemudian tidak mengiringi apa yang dia infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan penerima, mereka akan mendapat pahala di sisi Tuhan. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati”.
(QS. Al-Baqarah: 262)
Tukang becak agak tua ini cukup aneh. Di sebuah warung kopi di tengah gemerlapnya Surabaya, saat sedang mau dibayari seseorang anak muda yang belas kasihan padanya, pak Tua ini justru malah menolaknya. Sudah sejak tadi, si tua yang ternyata seorang tukang becak itu, menikmati minuman kopi beserta gorengannya. Seorang anak muda yang bermaksud baik hati itu malah dimarahinya habis-habisan.
“Kamu itu orang miskin. Mestinya kamu yang saya bayari, bukan kamu yang bayari saya”, kata pak Tua itu kasar. Betapa kagetnya anak muda umur 25-an tersebut. Ia tidak mengira maksudnya berbaik hati malah berbuntut dimarahi tukang becak yang sudah menginjak kepala lima tersebut.
“Oh, iya pak. Maaf, tadi saya keliru”, kata anak muda itu meminta maaf. Betapa dongkol dan jengkelnya si anak muda. Ia yang bermaksud baik-baik malah ditolaknya. Namun, barangkali pak tua ini benar, pikir si anak muda. Ia jadi penuh selidik dan penasaran dengan tukang becak itu. Karena, pak tua tidak hanya membayari si anak muda, namun juga orang-orang lain yang sedang ngopi waktu itu. Pemandangan yang luar biasa.
Si anak muda itu akhirnya berusaha mencari tahu siapa pak Tua yang kelihatan angkuh dan sombong tersebut. Ia sangat penasaran sekali. Yang ingin pertama kali diketahui adalah apakah pak tua itu orang yang tinggal di sekitar warung kopi, ataukah ia orang luar yang sedang mampir ke warung kopi di daerah tersebut. Selidik punya selidik, ia ternyata memang orang di sekitar sana. Artinya, pak tua adalah orang yang berdomilisi di dekat warung kopi tersebut. Bukan orang asing atau orang jauh.
Selanjutnya, yang ingin diketahui tentang orang tua tukang becak ini adalah profil dan tabiatnya. Informasi yang diperoleh dari para tukang becak lain yang mangkal di sana adalah bahwa pak tua ini orang yang selalu riang dan gembira. Pak tua ini juga orang yang selalu merasa ada uang. Sehingga, sejauh yang dilihat oleh teman-teman tukang becak yang lain, bahwa pak tua ini orang yang selama hidupnya tidak pernah punya rasa susah, sedih maupun gelisah.
Apa yang tersirat dalam pribadi pak tua adalah orang yang disebut dalam al-Qur’an: la khaufun ‘alaihim wala hum yahzanun. Orang-orang yang tidak memiliki rasa takut dan sedih dalam hidupnya. Semua masalah dihadapi dengan santai dan damai. Mereka sesungguhnya adalah para wali Allah, atau kekasih Allah Swt.
Ini berbeda dengan kita, umumnya banyak orang. Jika ada sedikit masalah, maka kita susahnya bukan main. Sepertinya dunia sudah kiamat. Jika kita banyak masalah hutang pada orang lain, wah sepertinya sudah tidak ada lagi ruang untuk bergembira. Kalau kita sedang tidak punya uang, sepertinya juga bermasalah dalam hidup. Ketika sepeda motor kita kena gores anak-anak kita, kita juga sudah marahnya minta ampun.
Makanya, kita mesti belajar pada tukang becak untuk tidak punya rasa sedih dan rasa takut dalam hidup ini. Karena, jangan-jangan, tukang becak tadi adalah walinya Allah Swt. Wali Allah Swt. tidak terkait dengan seorang kiai, ulama, atau yang lain. Bahkan seorang tukang becak pun, bisa menjadi wali Allah Swt.
Wallahu’alam.**
Dikutip dalam buku Bersedekahlah, Anda Akan Kaya dan Hidup Berkah karya Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M.Fil.I