“…Sedekah itu dapat menolak bala’…”
(al-Bakri al-Shidiqi, Dalilul Falihin, Juz 2, hal 15)
As-Shadaaqatu tadfa’u al-bala’. Sedekah itu dapat menolak bala’ atau marabahaya. Hadits Rasulullah Saw ini saya yakini, benar-benar adanya. Saya bukan bermaksud hendak pamer karena itu akan menghilangkan pahala amal kita. Tetapi saya hanya mau tahadduts bin ni’mah (bercerita tentang nikmat) agar orang lain dapat menirunya. Dalam Al Quran surat ad Dhuha, hal itu dianjurkan. Dan nikmat itu berupa keselamatan dari kecelakaan maut di jalan tol Surabaya.
Siang itu, Senin, 28 September 2009, saya dan keluarga (istri dan 3 anak yang masih kecil) perjalanan balik ke Jember. Ini cerita orang yang mudik hari raya. Enam hari sebelumnya saya berada di kota Demak Jawa Tengah, asal kelahiran saya.
Sebagai sopir saya berada di depan, ditemani istri dan anak bungsu yang berusia 6 bulan di depan. Sementara dua anak saya di jok tengah mobil. Pagi itu, jam 7 pagi, saya sekeluarga berangkat menuju Jember.
Saat itu, perjalanan memang terasa begitu panas. Terik matahari terasa menyengat ketika kami memasuki jalan tol Gresik, sekitar jam 2 siang. Kami sempat keluar tol menuju Pasar Turi, namun kembali lagi ke jalan tol melanjutkan perjalanan ke arah timur.
Dalam kondisi yang panas itu, mobil kijang super tahun 1991 yang kami kendarai melaju dengan kecepatan 100 km/jam. Mobil-mobil lain juga meluncur dengan kecepatan tinggi. Maklum, satu hari berikutnya, anak-anak di wilayah Jawa Timur harus masuk sekolah. Selain itu, rencananya, esok harinya, mobil ini dipinjam mahasiswa STAIN Jember untuk lamaran di Banyuwangi.
Tak berselang lama, tiba-tiba…darrrr. Ban mobil belakang kanan meletus. Saya sudah tidak ingat apa-apa lagi di tengah mobil yang oleng. Mobil hampir saja menghantam tembok pembatas yang berada di tengah jalan tol. Untung, istri menarik setir hingga mobil terbawa ke arah kiri.
Anak laki-laki yang pertama, menangis keras. Saya dan istri juga tidak tahu apa yang akan dilakukan karena semua terjadi tiba-tiba. Tak berhenti di situ. Mobil yang tidak jadi menghantam pembatas tengah tol terbanting ke kiri sehingga menghantam truk trailer, darr…
Untungnya, trailer melaju dengan kecepatan standar sehingga mobil oleng ke arah kanan kembali. Tak terasa mobil sudah berhenti di pinggir batas tengah jalan tol. Secara perlahan, saya buka pintu mobil dan coba keluar. Saya masih linglung. Saya mengamati kondisi istri dan anak-anak. Lagi-lagi, si sulung menangis keras.
Istri saya juga menengok anak-anak. Alhamdulillah, semua anak selamat. Saya dan istri juga tidak terluka secuil pun. Meski mobil ringsek parah. Segala puji bagi Allah. Berulangkali kami panjatkan syukur pada Tuhan. Saya keluar dari mobil berusaha mencari bantuan polisi atau lainnya.
Di seberang sana, seorang ibu melambaikan tangan menanyakan kondisi keluarga saya. Melihat kami semua selamat, ibu yang sedang menjemur pakaian tersebut juga berteriak alhamdulillah. Tak lama kemudian, dua orang polisi datang menolong kami. Sementara, kendaraan lain di belakang berjalan merambat, sebagai tanda ada mobil yang kecelakaan.
Mobil derek akhirnya datang, menyeret mobil kami secara pelan menuju PJR tol Waru, Sidoarjo. Saya dan istri kembali merenungi, betapa kami masih dalam lindungan Allah SWT. Saya yakin, berkat pertolongan-Nya, kami selamat.
Pada sore harinya, setelah urusan dengan polisi dan body repair yang menelan waktu sekitar 1 jam, saya sekeluarga memutuskan untuk menginap di rumah saudara di daerah Wonokromo, Surabaya. Kami dijemput saudara dan lantas bercerita apa yang terjadi, kendati dengan rasa trauma yang mendalam.
Saya dan keluarga bisa menenangkan diri sejenak di rumah saudara yang juga dosen ITS Surabaya. Besoknya, jam 10 pagi, saya dan keluarga, balik menuju Jember dengan menggunakan bus.
Saya dan istri sungguh merasa sangat beruntung: diselamatkan dari kecelakaan maut itu. Berkali-kali kami sujud syukur karena masih diberi kesempatan menghirup udara segar. Tentunya, agar amal ibadah semakin meningkat. Kami merasa masih diberi kesempatan untuk bertaubat dan terus memperbaiki diri.
Namun, di balik itu semua, selain pasti karena perlindungan Allah, saya juga yakin bahwa yang mencegah bencana itu adalah sedekah. Seperti bunyi hadits, as-shadaqatu tadfa’u al-bala, bahwa sedekah dapat menghindarkan pemberinya dari berbagai bencana yang akan menimpa. Apakah itu kecelakaan mobil, kebakaran, banjir, longsor, dan gempa.
Insya Allah dengan memperbanyak sedekah kita akan terhindar dari segala bencana. Sekali lagi tanpa bermaksud riya (pamer), di bulan Ramadhan lalu, kami –terutama teman-teman pengusaha— memang tergerak untuk lebih memperbanyak amal sedekah, selain zakat. Tentunya untuk disalurkan pada mereka yang berhak menerimanya: fakir, miskin, yatim, dan sebagainya.
Tidak banyak memang yang saya sedekahkan, namun saya berkeyakinan, sedekah itu dapat menghindarkan manusia dari segala bencana. Saya lantas berkomitmen, di hari-hari yang akan datang, saya berusaha lebih banyak lagi bersedekah. Seperti kata KH. Muchit Muzadi, ulama karismatik di Jember, “Kita itu jangan menunggu hingga menjadi kaya untuk bersedekah.”
Memang, kalau menunggu jadi kaya (padahal kaya itu relatif) –dan ternyata dalam hidup tidak di-taqdirkan menjadi kaya, maka selamanya, tidak akan bersedekah hingga meninggal dunia. Naudzubillahi min dzalik, jangan sampai itu terjadi.
Walhasil, kalau ingin terhindar dari bahaya, mari kita sisihkan sebagian harta untuk bersedekah. Mari kita berlomba untuk bersedekah!
Wallahu’alam. **
Dikutip dalam buku Bersedekahlah, Anda Akan Kaya dan Hidup Berkah karya Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M.Fil.I