Berkurbanlah Sejak Sekarang

“Sungguh kami telah memberimu (nikmat) yang banyak. Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri pada Allah)…” 

(QS. Al-Kautsar: 1-2).

Saya tidak tahu, dua tahun terakhir, ketika sholat, saya tiba-tiba suka membaca surat al-Kautsar. Setiap kali berusaha ke ayat atau surat lain, saya kembali lagi ke surat al-Kautsar. Ternyata, saya baru dapat jawabannya ketika seorang teman dari Banyuwangi yang datang bersilaturahmi ke rumah suatu saat.

Namanya Farid. Ia adalah pengasuh Pesantren Alam BIS Banyuwangi. Farid adalah teman kuliah saya sewaktu berada di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo. Dia datang bersilaturahim ke rumah bersama seorang temannya. Dengan hidangan kopi dan makanan ringan seadanya, kami berdiskusi banyak hal sembari berbagi pengalaman. Satu hal yang kami diskusikan adalah tentang berkurban.

“ Surat al-Kautsar ini perintah berkurban. Kalau orang berkurban, insya’allah ia akan dilimpahi banyak rezeki oleh Tuhan“, kata Farid kepada saya. Iapun lantas bercerita tentang orang-orang yang berkurban di hari raya Idul Adha. Semuanya, kata Farid, diberi rezeki yang melimpah ruah.

Saya hanya mangguk-mangguk, mengiyakan apa yang telah dikatakan Farid. Karena, di umur saya yang sudah menginjak kepala tiga ini, terus terang, saya tidak pernah berkurban baik berupa kambing, apalagi sapi dan kerbau. Di STAIN Jember, tempat saya mengajar, saya dengan beberapa kawan, tiap tahun hanya iuran 30 ribu atau 40 ribu untuk iuran “latihan” kurban. Jadi, kami sesungguhnya di STAIN Jember masih belum berkurban, dan hanya latihan berkurban.

Paling banter, saya hanya menjadi panitia kurban. Saya adalah salah satu pengurus di Yayasan Masjid Jami’ al-Baitul Amien Jember. Saya juga aktif di Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah Masjid Jami’ al-Baitul Amien Jember. Biasanya pada hari raya Idul Kurban, kami mendapat tugas mendistribusikan daging kurban ke desa-desa. Selain itu, kami juga dapat hasil hewan kurban baik berupa daging kambing atau sapi.

Sesungguhnya, saya iri ke beberapa teman yang sudah berkurban. Misalnya, Dr. Hobri, seorang dosen muda energik di FKIP Universitas Jember. Kalau ke rumahnya tiap Idul Kurban, saya selalu disuguhi makanan siap saji dari kurban. Tidak tanggung-tanggung, hari itu, ia berkurban satu ekor sapi dan beberapa ekor kambing. Daging  mentah kurban itu ia bagikan ke beberapa tetangganya.

“Saya dulu hanya kurban beberapa ekor kambing Pak. Mulai dua, tiga kambing hingga sapi sekarang ini”, katanya bercerita ketika saya bersilaturrahmi ke rumahnya. Lagi-lagi, saya jadi iri atas apa yang dilakukan oleh Haji Hobri. Dan alhamdulillah, saya melihat Dr. Hobri ini banyak dilimpahi rizki oleh Tuhan. Dia punya dua rumah di Kebonsari Jember. Dua rumah besar yang dikoskan di Jalan Kalimantan dan Jalan Karimata –daerah Universitas Jember—juga cukup luas, mewah dan tentu saja menghasilkan pundi-pundi uang.

“Dua rumah itu jadi passive income jenengan”, kata saya pada Dr. Hobri ketika kami bertemu di rumahnya. Sungguh luar biasa, ia diberi limpahan rezeki yang mengalir bagaikan hujan yang sangat deras.

Bapak Holili, seorang pengacara yang juga menjadi guru saya, juga memiliki pengalaman yang mencengangkan. Setiap hari raya Idul Adha, ia pasti berkurban minimal dua ekor sapi. “Langsung, daging ini kami masak matang. Siapa saja yang lewat dan mau makan silahkan. Bahkan, makan tiga kalipun, kami juga siapkan”, ujar Pak Holili yang juga pengacara senior.

Makan besar ini biasanya dilakukan di gudang selep istri Pak Holili yang berada di desa. Seperti diketahui, istri Pak Holili adalah seorang petani yang sukses. Sawahnya puluhan hektar. Setiap hari raya, mereka pasti berbagi hewan kurban. Meski demikian, setiap bulan, keluarga Pak Holili juga berbagi sedekah dan juga zakat yang dibagi berbagai tempat.

Subhanallah, cerita-cerita ini menginspirasi kita semua untuk tidak menunda melakukan kebaikan. Terutama dalam berkurban di Hari Raya Kurban.

Wallahu’alam.**

Dikutip dalam buku Bersedekahlah, Anda Akan Kaya dan Hidup Berkah karya Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M.Fil.I

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *