Berikan Kuliah Umum di Kampusnya KH Hasyim Muzadi, Direktur Wakaf Darul Hikam Jelaskan Urgensi Kontekstualisasi Islam

Depok – Islam sudah sempurna sejak masa Rasulullah SAW, dan agama ini tetap relevan hingga kini, bahkan di tengah perkembangan zaman yang pesat. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC., dalam Kuliah Umum bertema ‘Islam dan Tantangan Beragama di Dunia’, yang digelar oleh Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) di Aula Masjid Depok, Kamis malam (28/11/2024).

Turut hadir Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Depok, KH. M. Yusron Shidqi, Lc., M.A., Ketua Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al Hikam, Depok, Dr. Subur Wijaya, M.Pd.I. Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Nasional (IAI) Laa Roiba Bogor, KH. Moh. Romli, M.Pd.I serta ratusan mahasiswa dan mahasantri Al Hikam Depok. Berikan Kuliah Umum di Kampusnya KH Hasyim Muzadi, Direktur Wakaf Darul Hikam Jelaskan Urgensi Kontekstualisasi Islam

Prof. Haris menjelaskan bahwa Islam, sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, merupakan wadlun ilahiyun yang menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Islam terdiri dari tiga unsur utama: tauhid, syariat, dan tasawuf atau akhlak. Ketiga unsur ini, menurutnya, merupakan pondasi utama yang tidak terpisahkan dalam ajaran Islam.

“Tauhid adalah keyakinan pada Allah, syariat adalah hukum Islam yang konkret, dan akhlak adalah perilaku muslim yang mendarah daging, yang dilakukan secara reflektif,” ungkap Prof. Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur.

Ia kemudian mengajak untuk merenung, apakah Islam benar-benar rahmatan lil alamin, yakni kasih sayang bagi seluruh umat manusia. Prof. Haris menyoroti tantangan yang muncul setelah wafatnya Rasulullah SAW, termasuk perkembangan teknologi dan situasi sosial yang tidak ada di masa beliau, seperti internet dan telekomunikasi.

Untuk itu, ia menegaskan bahwa kontekstualisasi Islam sangat penting agar ajaran Islam tetap relevan dan dapat diterapkan dalam setiap keadaan. “Islam tidak hanya dapat dipahami secara tekstual, tetapi juga harus mampu diadaptasi dengan situasi zaman yang terus berkembang, seperti melalui ijtihad,” jelas Kiai kelahiran Demak itu.

Menurut Prof. Haris, kontekstualisasi Islam dapat dilihat dari berbagai fatwa yang dihasilkan oleh para ulama, termasuk di Indonesia. Salah satunya adalah fatwa mengenai pernikahan beda agama yang melarang pernikahan antara seorang Muslim dengan non-Muslim, meskipun beberapa ulama luar membolehkan pernikahan antara pria Muslim dengan wanita ahli kitab.

Contoh lain, katanya, adalah fatwa MUI yang membolehkan makan kepiting meskipun dalam fikih klasik, hewan yang hidup di dua alam seperti kepiting diharamkan. Ia juga mencontohkan implementasi rukhsah (keringanan) dalam berwudhu di luar negeri, di mana umat Islam di negara dengan minoritas Muslim terkadang terpaksa membasuh sepatu sebagai pengganti air wudhu.

Prof. Haris menambahkan bahwa Islam dapat diimplementasikan di berbagai kondisi, meskipun tidak selalu sesuai dengan praktik tradisional. “Inilah yang saya maksudkan dengan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Islam bisa diterapkan di mana saja dan kapan saja, serta bisa dikontekstualisasikan sesuai kebutuhan zaman,” ujar Prof Haris yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember.

Di akhir kuliah umum, Prof. Haris juga mengingatkan pentingnya mendoakan para ulama, termasuk KH. Ahmad Hasyim Muzadi dan KH. Abdul Muchith Muzadi, dua tokoh besar di Nahdlatul Ulama yang telah banyak berjasa dalam membentuk dan membawa perubahan bagi umat Islam.

Dalam penutupnya, Prof Haris berpesan kepada mahasiswa dan mahasantri Al Hikam Depok untuk selalu optimis dan percaya diri dalam menuntut ilmu Al-Qur’an yang kini mereka tekuni. Menurutnya, pengkajian al-Quran secara mendalam, serta banyaknya tokoh nasional yang merupakan ahli al-Qur’an, seperti Dr. H. Jazilul Fawaid, S.Q., M.A., Wakil Ketua MPR RI periode 2019–2024 yang merupakan alumni Institut Ilmu Al-Qur’an Universitas Negeri Jakarta dan Mochammad Afifuddin Ketua KPU yang alumni Tafsir Hadir UIN Jakarta dapat menjadi motivasi bagi mereka.

“Ada banyak tokoh regional dan nasional lainnya yang juga memiliki latar belakang Al-Qur’an sebagai landasan dalam kiprah mereka, sehingga bisa menjadi inspirasi bagi adik-adik semuanya,” tutupnya.

Ketua Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an (STKQ) Al Hikam, Depok Dr. Subur Wijaya, M.Pd.I, mengungkapkan rasa terima kasih dan kebanggaannya atas kehadiran Prof. Haris di kampusnya. “Kami sangat senang bisa mengadakan kuliah umum dengan mengundang Prof. Haris, seorang guru besar termuda dari UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang masih berusia 39 tahun,” katanya.

 

Reporter : Rico Aldy Munafan

Editor : M. Irwan Zamroni Ali

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *