Akuntansi Langit

“Barang siapa meminjami Allah Swt. dengan pinjaman yang baik, maka Allah Swt. akan melipatgandakan ganti yang banyak kepadanya. Allah menahan dan melapangkan rizki. Kepadanyalah, kamu kembali”. (QS. Al-Baqarah: 245).

 

“Saya sebut ini akuntansi langit, mas”, kata teman dosen Ekonomi Islam itu kepada saya. Istilah akuntansi langit ia munculkan kala kita berdiskusi tentang cara-cara memberdayakan orang-orang muslim yang papa. Dosen Ekonomi Islam ini sudah lama memberdayakan orang-orang yang tidak mampu di rumahnya. Mereka diberi modal agar bisa bekerja menghidupi keluarganya. Mereka yang ingin bekerja menjadi penjual bakso, ia berikan modal untuk itu. Mereka yang ingin menjadi penjahit, juga diberikan modal penjahit. Mereka yang ingin berdagang, juga diberi modal untuk berdagang.

“Kalau misalnya mereka gagal, bagaimana pak? Apa modal itu diminta kembali?”, tanya saya mengejar.

“Ya sudah, bagaimana lagi. Toh, keadaan saya jauh lebih baik dari mereka. Dan satu hal mas: saya percaya akuntansi langit”, katanya pada saya lebih lanjut. Ini juga merupakan bentuk penegasan pendapatnya di awal tadi.

Dosen ini pun bercerita tentang jalan rizki yang melimpah melalui istrinya yang seorang bidan. Sebelum[1]nya, biasa-biasa. Sejak gemar bersedekah dan memberdayakan orang-orang tidak mampu, ada banyak jalan rizki yang diberikan padanya dan keluarganya. Rizkinya pun semakin melimpah ruah. Inilah yang ia sebut dengan istilah akuntansi langit.

Allah Swt. berkali-kali berfirman. Salah satunya: “Barang siapa meminjami Allah Swt. dengan pinjaman yang baik, maka Allah Swt, akan melipatgandakan ganti yang banyak kepadanya. Allah menahan dan melapangkan rizki. Kepadanyalah, kamu kembali”. (QS. Al-Baqarah: 245).

Urusan memberi pertolongan pada orang lain, bersedekah, berzakat, memberikan wakaf, atau lainnya semua akan dilipatgandakan oleh Allah Swt. Janji Allah Swt. sudah pasti dan sekali-kali Allah Swt. tidak pernah mengingkari janjinya.

Beberapa teman penulis bercerita tentang fenomena yang tidak masuk akal tersebut. Tentang akuntansi langit. Kalau dosen ekonomi Islam dilimpahkan rizkinya melalui istrinya yang seorang bidan, maka sebagian yang lain dilimpahi uang pada ATM-nya. Ia tidak tahu dari mana asal uang tersebut. Subhanallah. Maha Besar Allah Swt. Seorang teman penulis yang memiliki pesantren di Jember juga bercerita bahwa ia sering ditelpon orang tak dikenal dan tiba-tiba ia meminta nomor rekeningnya. Uang ini memang diperuntukkan pesantren yang rata-rata santrinya adalah anak yatim dan anak-anak miskin.

Akuntansi konvensional dengan nalar yang memuja akal pasti tidak bisa menerima kenyataan ini. Tapi ini faktual, benar-benar menjadi sebuah kenyataan. Logika akan sulit menerima kebenaran akuntansi langit, tapi inilah faktanya. Ini juga menunjukkan keterbatasan akal manusia.

Ketika kita belajar filsafat dulu, dijelaskan cara mencari kebenaran melalui akal, empiris, atau gabungan kedua-duanya. Empirisme adalah aliran yang mencari kebenaran melalui panca indera. Sementara, rasionalisme adalah aliran yang mencari kebenaran melalui akal atau logika. Ada satu aliran lagi bernama instiusionisme, aliran yang menggunakan hati dalam pencapaian kebenarannya. Ketiga aliran ini sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Ketiganya pun tidak sampai pada hakikat kebenaran yang sesungguhnya.

Termasuk akal dan logika manusia. Oleh karena itu, kalau ada yang menyimpang dari akal, jangan dikira ini sesuatu yang tidak benar. Karena akal memiliki keterbatasan-keterbatasan. Akal tidak memiliki jalan untuk dapat menerima kebenaran apa yang disebut dengan akuntansi langit tersebut. Di sinilah, maka keyakinan akan kebenaran akuntansi langit dibangun dan dikokohkan.

Mau mencoba?

Wallahu’alam. **

Dikutip dalam buku Bersedekahlah, Anda Akan Kaya dan Hidup Berkah karya Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M.Fil.I

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *